Selasa, 02 Juli 2024 17:09:00
PPDB di Dumai Penuh Nepotisme dan Kecurangan

OPINI - Ramai-ramai orang tua calon siswa sekolah SD, SMP hingga SMA/SMK mengeluhkan sulitnya mendapatkan sekolah yang diinginkan oleh anak-anak mereka. Meski seluruh persyaratan telah terpenuhi tidak sedikit dari mereka ditolak.
Sistem PPDB yang rumit dengan zonasi, prestasi, afirmasi hingga reguler, yang bertujuan untuk pemerataan pendidikan justru menjadi ajang nepotisme bagi kelompok tertentu bahkan erat akan kepentingan dan relasi.
Banyaknya dari siswa yang kalah dalam perebutan kursi di sekolah negeri untuk mendapatkan pendidikan gratis dan sekolah unggulan terpaksa harus beralih ke sekolah lain dan ke swasta.
Banyak dari keluarga siswa enggan mendaftarkan anak ke swasta dikarenakan besarnya biaya pendidikan ditengah tingginya kebutuhan hidup saat ini.
Tetapi demi pendidikan si anak, apapun cara terpaksa dilakukan meski harus merogoh kocek dan menguras tabungan.
PPDB telah digelar pada 1 Juli hingga 3 Juli, baik online maupun offline. Namun, dibeberapa sekolah terendus kentalnya aroma nepotisme. Informasi yang diterima redaksi dari orang tua siswa banyak titipan pejabat tidak saja di wilayah Dumai bahkan pejabat dari provinsi turut 'merampok' hak-hak anak didik lain.
Selain titipan anak pejabat, orang terdekat bahkan pesanan oknum aparat penegak hukum juga harus diakomodir pihak sekolah. Sehingga hak anak warga yang biasa-biasa saja terpaksa harus berbalik arah.
"Nilai anak kami cukup, zonasi masuk tapi tidak masuk dalam perengkingan. Alasan pihak sekolah harus tahfidz, harus ada sertifikat dan jarak zonasi tidak sesuai. Tapi ketika PPDB online malah masuk rengking, pas pendaftaran offline langsung tertolal kan gak masuk akan," ujar Yeti, salah seorang orang tua siswa.
Ungkapan Yeti seolah mewakili ratusan keluhan orang tua calon siswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi tahun ini.
Seolah tanpa solusi, sulitnya mendapatkan pendidikan bagi anak-anak akibat tersandera kepentingan dan kecurangan.
Berbagai kecurangan sempat terendus dalam PPDB setiap tahunnya. Terutama untuk jalur afirmasi dan prestasi. Tidak sedikit sertifikat bodong dibuat demi meluluskan anak 'titipan' di jalur prestasi.
Sama halnya jalur afirmasi yang seharusnya diperuntukkan bagi keluarga tidak mampu dari pemerintah atau penerima KIP justru jadikan bangku 'kosong' untuk meloloskan anak-anak pejabat serta titipan. Demikian juga untuk jalur tahfidz.
Hak-hak siswa didik lain ramai-ramai dirampas untuk mengakomodir titipan dan kepentingan. Jika pihak terkait tidak melakukan tindakan tegas dan mewujudkan sistem yang sehat maka setiap tahun akan terjadi hal yang sama berulang kali.
Untuk membuktikan kecurangan pihak penegak hukum haris melakukan uji petik dan pembuktian terhadap berkas pendaftaran siswa seperti sertifikat bodong dan kelayakan hafalan siswa. Dibeberapa tempat sempat ditemukan siswa tidak hafidz tapi bisa masuk hanya bermodal ayat pendek guna memenuhi administrasi saja.**
Share
Komentar