• Home
  • Nasional
  • Rokok Elektrik Menurut Beberapa Ahli Kesehatan Begini
Minggu, 08 April 2018 15:27:00

Rokok Elektrik Menurut Beberapa Ahli Kesehatan Begini

NET.
Popularitas rokok elektronik atau vape meningkat.

GLOBALRIAU.COM - Statistik konsumsi rokok dunia pada 2014 lalu kembali meneguhkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara konsumen rokok terbesar sejagat. Sepanjang tahun, konsumsi rokok dunia mencapai 5,8 triliun batang, 240 miliar batang (4,14 persen) di antaranya dikonsumsi oleh perokok Indonesia.

Angka konsumsi rokok ini menempatkan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi rokok terbesar ke empat dunia setelah China (2,57 triliun batang), Rusia (321 miliar batang), dan Amerika Serikat (281 miliar batang) (Koran Tempo, 30 September).



Tingginya konsumen rokok tembakau di Indonesia sudah pada level mengkhawatirkan, oleh karenanya perlu gagasan dan kebijakan khusus untuk menekan angka perokok tersebut.

Rokok elektrik dengan berbagai merk dinilai mampu menjadi pilihan bagi perokok tembakaau dengan kadar nikotin yang sangat tinggi dan mampu mmemicu berbagai penyakit baik dbagi penghisapnya maupun orang disekitarnya.

Namun apakah rokok elektrik sudah sangat aman dikonsumsi ? pertanyaan tersebut tentu muncul seiring adanya kampanye untuk menekan angka perokok ditanah air, bahkan rokok elektrik dinilai menjadi alternatif pengguna untuk berhenti dari candu rokok tembakau.

Saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) sedang memerangi epidemi tembakau rokok dengan berbagai strategi, salah satunya dengan menggiatkan kampanye berhenti merokok di seluruh dunia.

Penggunaan rokok elektrik (e-cig) diklaim banyak pihak merupakan langkah awal untuk mengurangi kecanduan rokok. Tidak adanya asap yang dikeluarkan membuat penggunanya merasa lebih aman dibanding mengisap rokok biasa.

Banyak pihak beranggapan, rokok elektrik adalah cara yang aman digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok. "Sampai saat ini keamanan rokok elektrik belum terbukti aman secara ilmiah," katanya.

Berbagai riset pun dilakukan untuk mengetahui kemujaraban rokok ini. Di tahun 2009, Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) mensponsori penelitian untuk mengevaluasi rokok elektronik dan menemukan bahwa rokok elektronik masih mengandung nitrosamine tembakau tertentu, Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA) dan Diethylene Glycol (DEG). Ketiga bahan ini yang diketahui menjadi racun dan karsinogen bagi tubuh.

Namun hasil ini dianggap tak adil. Sebuah studi penilaian ulang yang didanai oleh produsen rokok elektronik, melaporkan bahwa TSNA terdeteksi dalam jumlah yang sangat kecil. "Menariknya, TSNA juga terdeteksi di produk terapi pengganti nikotin lain yang disetujui FDA," ujar Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan dalam siaran persnya.

Sebuah studi terbaru mencatat bahwa beberapa rokok elektrik merek tertentu meningkatkan secara signifikan kadar karbon monoksida di dalam plasma dan tingkat denyut jantung pengguna.

Hasil studi lain menunjukkan bahwa rokok elektrik memiliki kadar nikotin lebih rendah dari rokok tembakau dan tidak memiliki campuran kimia yang berbahaya, seperti tar atau zat toksik lain akibat pembakaran tembakau.

Namun, pro-kontra keamanannya masih tetap berlanjut. Berbagai studi yang dilakukan mengungkapkan ‘jati diri’ rokok elektrik sebenarnya. Beberapa hasil penelitian ini membuktikan:

1. Rokok elektrik ini diklaim mengandung zat berbahaya seperti Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA), Diethylene Glycol (DEG) dan karbon monoksida.

2. Penggunaan rokok elektrik dalam jangka panjang, bisa meningkatkan kadar plasma nikotin secara signifikan setelah lima menit penggunaannya.

3. Tak hanya itu, rokok ini juga meningkatkan kadar plasma karbon monoksida dan frekuensi nadi secara signifikan yang dapat mengganggu kesehatan.

4. Memiliki efek akut pada paru seperti pada rokok tembakau, yaitu kadar nitrit oksida udara ekshalasi menurun secara signifikan dan tahanan jalan napas meningkat signifikan.

Dari data-data yang tersedia saat ini menunjukkan bahwa rokok elektronik belum terbukti sebagai alternatif yang aman untuk terapi pengganti nikotin dan masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak kesehatan dari rokok elektronik pada penggunaan jangka panjang.

"Memang E- cig ini pernah digunakan sebagai alat bantu program berhenti merokok dengan cara mengurangi kadar nikotin rokok elektrik secara bertahap. Namun saat ini Food and Drug Association (FDA) dan bahkan Electronic Cigarette Association (ECA) sudah tidak menganjurkan hal ini lagi," ucapnya.

Konsumen Rokok Elektrik di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok yang cukup besar. Rokok elektrik sendiri juga sudah terdapat di Indonesia. Sampai saat ini, rokok elektrik masih masuk ke Indonesia sebagai komoditi perdagangan alat elektronik lainnya, bukan sebagai rokok atau pun obat-obatan. Akibatnya rokok elektrik ini hanya memiliki izin dari Kementerian Perdagangan dan tidak ada izin edar dari BPOM serta bebas dari cukai.

Berbeda dengan Indonesia, melihat pro-kontra rokok elektrik, beberapa negara sudah mulai menyiapkan aturan hukum terkait hal ini. Di tahun 2016 mendatang, Inggris akan mulai menganggap rokok elektrik sebagai produk obat. Hal ini disebabkan karena kandungan nikotin di dalamnya, untuk memastikan kualitas dan keamanannya.

Sementara itu Brasil, Norwegia dan Singapura telah mengeluarkan larangan total terhadap rokok elektrik ini.

Hasil Penilitian Lainnya

Beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan acuan bisa dilihat dalam data yang dirilis Agensi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya, Public Health England (PHE). Temuan menunjukkan bahwa produk nikotin yang dipanaskan menurunkan risiko kesehatan hingga 95% dibanding rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar.

ape merupakan produk alternatif rokok yang mengandung nikotin dan tembakau yang dipanaskan dan bukan dibakar. Benda ini diklaim sebagai sebuah hasil inovasi pengganti rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar.

Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia Dr Amaliya membeberkan hasil penelitian terkait vape yang telah disebarkan. Dari beberapa zat yang terkandung dalam vape benar-benar aman dihisap dan mengandung komponen food grade.

"Ditemukan ada 4 zat yang terdapat pada e-liquid rokok elektrik. Seperti propilen glikol (PG) yang sudah dianggap aman oleh Food and Drugs Administration (FDA). Lalu glicerin yang terbuat dari ekstrak sayuran. Zat ini tidak beracun jika dipanaskan dan hanya membentuk gugus alkohol primer karena reaksi oksidasi," ucapnya.***

 

Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2024 . All Rights Reserved.