Selasa, 10 November 2015 22:50:00

Penderita HIV dari Homoseksual di Riau Meningkat

PEKANBARU- Aktivitas kaum homoseksual di Provinsi Riau tidak begitu tampak di permukaan. Namun, tanpa banyak diketahui, penderita penyakit infeksi virus imunodefisiensi pada manusia (HIV) dari kalangan homoseksual ternyata berkembang pesat di negeri Melayu itu.

Data Dinas Kesehatan Riau menunjukkan, angka penderita HIV di kalangan penganut seks lelaki sama lelaki (LSL) pada 2013 mencapai 19 orang dan meningkat menjadi 34 orang pada 2014 atau meningkat 79 persen.

"Terjadi perubahan besar dalam kultur sosial masyarakat Riau. Dahulu, homoseksual dianggap tidak mungkin berkembang, tetapi ternyata sebaliknya," ujar Mareno, Koordinator D-KAP Riau, organisasi pemerhati HIV/AIDS Riau yang bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia Riau, di Pekanbaru, Selasa (10/11/2015).

Berdasarkan data D-KAP, jumlah penderita HIV/AIDS terbesar bukan dari warga pendatang, melainkan penduduk asli Riau.

"Kecenderungan ini semakin mengkhawatirkan. Semestinya, ini menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Riau dan Lembaga Adat Melayu Riau," ujar dia.

Sebelas tahun lalu, belum ditemui penderita HIV dari kalangan homoseksual. Kasus pertama HIV baru ditemukan pada tahun 2007, sebanyak dua orang.

Perkembangannya seakan stagnan karena pada tahun 2008 tidak ditemukan kasus baru. Pada 2009, baru ditemukan dua kasus HIV lain.

Perkembangan pesat terjadi pada tahun 2010. Tiba-tiba saja, jumlah penderita HIV meningkat sampai 16 orang dan trennya semakin naik. Pada tahun 2014, jumlah penderitanya sudah mencapai 34 orang.

Semakin Terbuka

Menurut Mareno, kelompok homoseksual di Riau sekarang ini semakin berani menunjukkan keberadaannya.

Mereka memiliki komunitas yang didukung dengan jejaring media sosial untuk interaksi sesama kelompok.

Setidaknya ada tujuh komunitas yang anggotanya berinteraksi di dunia maya. Yang paling menonjol adalah kelompok Warga (Waria dan Gay).

Pada sebuah acara seminar di Pekanbaru, pengurus Warga mengklaim memiliki anggota sebanyak 2.000 orang.

Namun, menurut Mareno, jumlah anggota kelompok itu sengaja digelembungkan. Hal itu disebabkan banyaknya bantuan dari pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional) dan donor asing kepada kelompok rawan terkena HIV/AIDS.

Dana bantuan pemerintah yang berasal dari donor asing, lanjut dia, dimanfaatkan segelintir orang. Ada kelompok yang berisi lima orang membentuk organisasi, lalu mengajukan bantuan, dan diberi.

"Memang, dengan adanya komunitas yang dapat dipantau, perkembangan penyakit HIV/AIDS lebih mudah untuk dicegah," kata Moreno.

Usia Muda

Dari kelompok usia penderita, lebih dari dua pertiga berada dalam episode usia emas, 20-39 tahun. Bahkan, jumlah mereka dari kalangan mahasiswa juga melonjak.

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah mahasiswa penderita HIV masih dua sampai empat orang. Namun, sampai Agustus 2015, jumlah tersebut sudah mencapai tujuh orang.

"Mereka dikenalkan dengan komunitas gay lewat pertemanan di kampus dan media sosial. Mahasiswa ini kebanyakan berasal dari luar daerah, dan indekos di sekitar kampus," ujar Mareno.

Secara psikologis, lanjutnya, mereka kaget dan mengalami gegar budaya kota. Menurut catatan Mareno, umumnya mahasiswa yang berubah haluan seksualnya adalah mahasiswa penyuka kehidupan malam yang bersentuhan dengan narkoba.(kpc)

Share
Berita Terkait
  • 9 tahun lalu

    Seks di Kebun Sawit Bikin HIV/AIDS Riau Melejit

    Penyakit HIV/AIDS tidak mengenal strata sosial. Golongan sosial kelas tinggi sampai pekerja kuli kasar dapat terkena penyakit mematikan itu.
  • Komentar
    Copyright © 2024 . All Rights Reserved.