• Home
  • Nasional
  • Ketika Emas Hitam dan Hijau Menyatu, Petani Terbantu Sektor Riil pun Bergerak
Sabtu, 06 November 2021 21:57:00

Ketika Emas Hitam dan Hijau Menyatu, Petani Terbantu Sektor Riil pun Bergerak

Pertamina RU II/Net
Bahan baku nabati.

DUA persoalan pelik dihadapi negeri yang terletak di zamrud khatulistiwa ini. Pertama diprediksi  mengalami krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) menyusul cadangan terbukti minyak bumi sekitar 3,3 miliar barel. Terakhir  ancaman boikot Uni Eropa (UE) terhadap  Cruide Palm Oil  (CPO) juga takkalah serius. Jelas  permasalahan krusial ini tidak hanya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Namun mempengaruhi keberadaan bangsa ini ke depan. Diitengah situasi  ini,  seyogianya anak negeri harus bangkit untuk mencari solusi.  Lantas,  jalan keluar  seperti apa untuk mengatasi permasalahan ini?  

Raungan  sirene panjang terdengar dari Bandara Pinang Kampai, Kota Dumai, Provinsi Riau, Kamis (16/5) pagi menjelang siang. Sejurus kemudian gemuruh suara pesawat jet terdengar dari langit di wilayah yang dihuni lebih 300 ribu jiwa ini.

Tak lama berselang, ban burung besi itu mencium landasan pacu Bandara yang dibangun PT Pertamina (Persero). Sementara sejumlah pejemput yang berada di ruang VVIP  bergegas meninggalkan ruangan itu dan berjalan kaki menuju pinggiran Bandara. Selanjutnya, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) dan Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe dan rombongan keluar dari pesawat yang membawa mereka dari Jakarta.

Kendati bulan puasa tidak terlihat rasa letih di wajah mereka. Setelah berbincang-bincang dengan GM Pertamina RU II di Kilang Pertamina yang saat itu dijabat, Nandang Kurnaedi, Walikota Dumai, Zulkifli AS dan pejabat lainnya. Menggunakan bis, rombangan itu langsung tancap gas menuju Kilang Pertamina RU II Dumai yang terletak di Jalan Putri Tujuh atau sekitar 2 kilometer arah timur Bandara.

Kedatangan mereka ke daerah yang terletak sekitar 250 kilometer arah utara Kota Pekanbaru ini untuk melihat uji coba komersil bahan bakar nabati dengan jenis gasoil (minyak solar) di Kilang Pertamina  Refinery Unit (RU) II Dumai.

Ternyata kerja keras cerdas yang dilakukan  pemengku kepentingan menyusul dua persoalan krusial diatas. Mulai dari  Kementerian ESDM, Kementerian  Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti),  PT Pertamina (Persero), perguruan tinggi atau kalangan akademis.

Mereka pun berpacu dengan waktu untuk menciptakan formulasi yang tepat untuk menyiasati  permasalahan tersebut. Mengingat ketahanan  dan kemandirianenergi berbanding lurus dengan eksistensi sebuah bangsa.

Inovasi itu pun berbuah manis. Paling tidak, Kamis (16/5), menjadibukti bahwa uji coba komersil bahan bakar nabati dengan jenis gasoil(minyak solar) di Kilang Pertamina  Refinery Unit (RU) II Dumaimenjanjikan prospek cerah menyusul  kehadiran bahan bakar baru yang ramah lingkungan.  Kedatangan menteri Kabinet Indonesia Kerja itu bertujuan meninjau uji aplikasi katalis ’’Merah-Putih’’ di KilangPertamina Unit DHDT Kilang RU (Refinery Unit) II Dumai.

Belum Pernah Ada di Dunia

Disela-sela melihat hasil uji coba itu, Menristek Dikti M Nasir kepada wartawan menjelaskan, PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai telah berhasil memproduksi green diesel atau solar nabati D-10 dengan kandungan 87,5 persen solar minyak bumidan 12,5 persen minyak sawit.

“Ternyata kita mampu (produksi green diesel). Kualitasnya juga jauh lebih baik. Pertamina baru mampu hasilkan dua belas ribu barel perhari. Kalau sepuluh persennya dari sawit, kita hemat seribu dua ratusbarel per hari. Sekarang (komposisi sawitnya) di angka 12,5 persen.Ini harus kita tingkatkan terus supaya menjadi lebih baik di angka 20 persen atau 30 persen,” ungkap Menteri Riset, Teknologi, danPendidikan Tinggi Mohamad Nasir  kepada sejumlah jurnalis media massa disela kunjungannya  pengolahan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) menjadi green diesel ataudiesel nabati dengan teknologi co-processing di Kilang PertaminaRefinery Unit II Dumai,  Kamis (16/5).

Nasir pun mengatakan Indonesia dapat menghemat solar dari minyak bumi yang mayoritas diimpor. Minyak bumi tersebut digantikan dengan minyak sawit yang sudah diolah hinggamencapai RBDPO atau minyak sawit tersuling, cerah, dan tak berbau.

“Misal kandungan sawitnya itu 10 persen, dalam satu tahun Indonesia bisa kurangi 10 persen dari total impor (minyak bumi) yang habiskan17,6 miliar dollar per tahun, bisa menghemat sepuluh persen atau 1,6miliar dollar per tahun atau 25 triliun rupiah,” ungkap Nasir.

Saat ini green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina sudah memiliki 12,5 persen kandungan minyak sawit, sehingga penghematan impor bahan bakar fosil yang digunakan untuk solar dapatdikurangi. Jumlah impor yang mencapai ratusan triliun rupiah membuat  Indonesia harus mencari sumber energi nabati.

“Kalau kita naikan sawitnya menjadi 12,5 persen, kita hemat di angka31,25 triliun Rupiah. Impor kita mencapai 250 Triliun per tahun. Iniharus kita hemat. Ini yang harus kita tingkatkan kapasitas sawitnya,” harap Nasir.

Green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina dengan Katalis Merah Putih dari ITB ini tidak hanya menghemat anggaran impor bahan bakar dari fosil, tetapi juga memiliki cetane atau tingkat  pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.

“Hasilnya juga dari kualitas. Kalau dengan fosil murni, cetane numbernya 51 persen. Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 persen, jauh lebih baik dan lebih bersih. Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” ungkap Nasir.

Sebelumnya GM Pertamina RU II di Kilang Pertamina, Nandang Kurnaedi  mengatakan proses pengolahanBBM nabati di Kilang RU II Dumai merupakan batu loncatan besar dalam hal perkembangan teknologi di Indonesia sekaligus mendorongpengurangan impor minyak mentah.

Co-processing atau pengolahan bahan bakar dengan penggabungan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati ini dilaksanakan dengan menggunakan katalis berteknologi tinggi hasil pengembangan yang dilaksanakan di Research and Technology Center (RTC)  Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Kita perlu berbangga hati bahwa anak bangsa dapat menciptakan katalis yang selama ini didapatkan dari luar negeri. Setelah melalui beberapa tahun penelitian, katalis yang diberi nama Katalis Merah Putih ini telah siap digunakan," ungkap Nandang.

Lebih lanjut Nandang menjelaskan pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang secara optimal menjadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU IIDumai. Seluruh proses pengembangan katalis dilaksanakan olehputera-puteri terbaik bangsa dan diujicobakan di Kilang Pertamina.

Masih kata dia, setelah berhasil menciptakan katalis, pengolahan CPO dilakukan difasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilangPertamina Dumai, berkapasitas 12.6 MBSD (Million Barel Steam Per Day).

Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati pun mulai dilaksanakan pada Maret 2019.

"Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12 persen. Pencampuranl angsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknislebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalamipeningkatan hingga 58 dengan kandungan sulfur (belerang, pen) lebih rendah", ungkap Nandang.

Adapun CPO digunakan  yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached DeodorizedPalm Oil).  RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakarfosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkanbahan bakar solar ramah lingkungan.

Dongkrak Harga Sawit, Kurangi Impor BBM       

Dibagian lain, Menristek Dikti Muhammad Nasir  mengatakan sejak tahun 2002, Indonesia menjadi net-importir BBM (50 persen kebutuhan berasaldari impor). Proyeksi kebutuhan pada 2015 berkisar 1,23 jutabarrel/hari dan 1,56 juta barrel/hari pada Tahun 2020.

’’Karena cadangan migas domestik cenderung menurun, maka untuk ketahanan energi nasional, sudah saatnya Indonesia mendapatkan bahan bakar alternatif
dari sumber domestik yang terbarukan yaitu minyak sawit,’’ ujarnya.

"Emas Hijau" atau pohon sawit sebagai penghasil minyak sawit dan minyak kernel tumbuh dengan subur di negara Indonesia. ’’Kedua jenis minyak nabati ini menjadi bahan baku dari bio hidrokarbon yang akan dihasilkan dan menjadi substitusi BBM,’’ terangnya.

Dijelaskannya, tahun 2018, ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan produk turunannya, biodiesel dan oleochemical) mengalami kenaikansebesar 8 persen atau dari 32,18 juta ton pada 2017 meningkat menjadi34,71 juta ton di 2018. Sementara itu harga rata-rata CPO tahun 2018 tercatat 595,5 dolar AS per metrik ton atau menurun 17 persen dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2017 yaitu 714,3 dolar ASper metrik ton.

’’Rendahnya harga minyak sawit ikut menggerus nilai devisa yang dihasilkan meskipun secara volume ekspor meningkat. Nilai sumbangan devisa minyak sawit pada tahun 2018 diperkirakan mencapai 20,54 miliar dolar AS atau menurun 11 persen dibandingkan dengan tahun 2017 yang mencapai 22,97 miliar dollar AS,’’ ujarnya.

Untuk itulah, pihaknya melihat kehadiran inovasi katalis untuk menghasilkan Bahan Bakar Nabati (BBN) menjadi salah satu solusi untuk medongkrak kembali harga sawit dalam negeri  dan sekaligus mengurangi ketergantungan  impor BBM.

Hasil riset dan pengembangan ini, menurut Menristekdikti memegangperan penting bagi kemandirian teknologi tanah air. "Hasil ini tidak membuat kita berhenti dan berpuas diri,’’ ingatnya.

Upaya perbaikan terus harus dilakukan dengan optimasi yang mempertimbangkan rekomendasi dari setiap hasil pengujian, serta mengikuti standar yang telah ditentukan, kalau perlu dapat melahirkan standar-standar baru.

’’Tentunya harus diupayakan agar produk akhr dari dari BBN ini bisa kompetitif dibandingkan dengan BBM,’’ katanya.

Menyoali cadangan  "Emas Hitam" (baca: minyak bumi)  Indonesia, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memperingatkan pentingnya penemuan cadangan minyak baru untuk Indonesia. Sebab jika tak ditemukan cadangan minyak bumi baru, padatahun depan kemungkinan cadangan minyak bumi Indonesia akan turun dari 800.000 barel per hari (bph) menjadi 700.000 bph.

Arcandra menuturkan, saat ini Indonesia memiliki cadangan terbukti minyak bumi sekitar 3,3 miliar barel. Dengan asumsi produksi konstan800.000 per hari tanpa adanya temuan cadangan baru, maka dalam 11 tahun-12 tahun ke depan Indonesia tidak mampu memproduksi minyak bumi lagi.

"Tahun depan mungkin turun menjadi 700.000 (bph) dan seterusnya," ujar Arcandra melalui siaran persnya, Senin.

Dengan keterbatasan cadangan minyak bumi seperti dikemukakan  Wakil ESDM Arcandra Tahar notabenetidak berlebihan  jika semua kalangan mulai melirik keberadaan CPO  sebagai eneregi alternatif terbarukan mengingat luasnya kebun kelapa sawit di tanah air. Disamping itu, dari hulu hingga hilir sektor inimelibatkan banyak komponen mulai dari petani, buruh, teknologi, investasi dan sebagainya.

Rasa-rasanya asa itu mulai bertepi. Paling tidak, sebelumnya Senior Operation and Manfacturing Pertamina  RU II Dumai, Joko Pranoto berharap pengembangan BBM nabati ini menjadi cikal bakal industri baru di  Indonesia dengan basis nabati.  Karena ke depan minyak semakin lemah dan habis.

"Mudah-mudahan sebagai cikal bakal industri nabati.  Ke depan minyak  semakin habis. Sementara indonesia gudangnya," kata Joko kepada wartawan usai mendampingi kunjungan Menristekdikti ke Dumai.

Lebih jauh Joko mengatakan pasca Indonesia mampu mengelola  RBDPO itu  Eropa mulai panas dingin. "Karena kemarin CPO kita diband di Eropa sehingga CPO kita turun. Ketika Eropa tahu Indonesia bisa menciptakan teknologi sendiri untuk membuat BBM dari nabati maka Bahan Bakar Nabati (BBN) jadinya, mereka tersentak. Menurut saya kita perlu bersyukur," ungkap Joko.

Lompatan Besar

Keberadaan Kataslis “Merah Putih” uji coba komersil bahan bakar nabatidengan jenis gasoil (minyak solar), Kamis (16/5) di Kilang PertaminaRU II Dumai diyakini sejumlah pihak menjadi lompatan besar danmewujudkan kemandirian energi dalam kerangka mengurangi penggunaan energi fosil (energy tidak bisa diperbarui) yang cadangannya kian tergerus.

Menjawab pertanyaan globalriau.com menyusul keberhasilan uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing, Kamis (16/5) lalu, Manager Communication Relations & CSR Pertamina RU II Muslim Dharmawan didampingi Officer Comm & Relation RUII Dumai Didi Andrian Indra Kusuma,  dan Tim Engineering and Development kilang Pertamina RU II. Eggi, Senin (17/6) mengatakan bahwa penggunaan katalis “Merah Putih” untuk menghasilkan green diesel  kali pertama dilakukan di Dumai.

“Untuk premium atau bensin sudah dilakukan di Plaju. Untuk diesel Dumai kali pertama, dan memang menjadi primadona,” katanya.

Muslim, Didi dan Egi secara bergiliran menjawab pertanyaan globalriau.comdan wartawan lainnya. Kendati begitu,  mereka kompak  bahwa katalis Merah Putih menjadi lompatan besar yang menjadi pintu masuk bagi energi masa depan Indonesia.

"Kalau dari luar tentu harganya lebih mahal," ujar Muslim. Saat menjawab berapa harga dari hasil ujucoba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing plus jumlah produksi, Egy menjelaskan bahwa setakat ini terus dilakukan percobaan.

Namun demikian, diperkirakan tahun 2023 akan diproduksi besar-besaran. “Soal berapa harga jika nanti dipasarkan termasuk jumlah produksi dan sebagainya nanti ada timnya yang menentukan, kami hanya masalah teknis seputar uji produksi,” paparnya singkat.

Ketika dilayangkan pertanyaan  sejauh mana persiapan Pertamina RU II Dumai menghadapi produksi besar-besaran yang dijadwalkan 2023? Muslim menjelaskan bahwa perusahaan BUMN itu menginginkan bahwa CPO yangdi datangkan dari perusahaan yang ada di sekitar Dumai maupun luar kekilang seyogianya menggunakan pipa.

"Tidak  menggunakan truk tangki, tentu mereka yang membangun karena mereka penjual," kata Muslim

Kalau harga nominal BBN  belum bisa ditentukan,tentu pembaca penasaran dengan Katalis Merah Putih?

Sebelumnya Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe mengatakan katalis ini telah diuji untuk operasi co-processing, yang memproses campuran minyak sawit dan minyak fosil untuk menghasilkan diesel nabati skala komersial.

’’Hasil dari pengujian ini membuktikan bahwa katalis terbukti provensebagai katalis co-processing diesel treater, yang memperbaikikualitas diesel yang ditunjukkan oleh parameter cetane index dan sulfur pada produk heavy kero seiring kenaikan komposisi RBDPO,’’ terangnya.

Uji komersial katalis Merah-Putih untuk operasi co-processing produksi diesel nabati di Kilang RU II Dumai telah digelar pada 8-22Maret 2019 dengan mengolah 1000 ton minyak sawit dengan minyak fosil.

’’Program uji komersial katalis merah-putih ini antara lain bertujuanuntuk mengevaluasi kinerja katalis pada skala operasi komersial baik untuk operasi normal (umpan minyak fosil) maupun untuk operasico-processing (umpan minyak fosil) dan evaluasi kesiapan teknis dan kesiapan produksi komersial diesel nabati dan biovatur di kilang-kilang Pertamina dengan operasi co-processing sawit dengan menghasilkan green fuel,’’ terangnya.

Ia mengatakan katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi hingga miliaran bahkan triliunan kali lipat. Kemampuan katalis ini memberi peluang untuk menyelenggarakan reaksi pada kondisi yang lebih lunak (temperatur dan tekanan rendah) dengan laju dan selektivitasyang tinggi.

’’Kemampuannya ini menyebabkan katalis menjadi kunci pengembangan danpenyelenggaraan industri kimia, perminyakan, polimer, oleokimia, dan pelestarian lingkungan,’’ lanjutnya.

Dibagian lain, Prof Subagio, ketua tim peneliti, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia mengimpor 360.000 barel minyak mentah per hari atau setara 41 persen kapasitas kilang minyak Pertamina. Juga, 400.000ribu BBM atau sekitar 30 persen kebutuhan nasional.

 “Ini menjadisumber defisit anggaran yang terbesar. Padahal, kita bisa memanfaatkansawit dan kita adalah penghasil sawit terbesar di dunia,” katanya.

Output beberapa katalis dan produk BBM memang saat ini masih dalam skala pilot alias eksperimental bersama industri-industri mitra.

Namun, jika terus dikembangkan, Katalis Merah Putih bisa jadi solusi energi nasional. Dan menurut dia, penggunaan katalis lebih baik daripada terus mengimpor minyak mentah dari luar negeri.

“Ini bukan soal harga.Tapi, tidak impor saja sudah sangat bagus,” tegasnya.

 Sementara itu, Walikota Dumai -saat itu masih dijabat-Drs H Zulkifli AS, misalnya, menyebut bahwa bahwa keberhasilan itu merupakan langkah besar yang patut dibanggakan.

"Kita memberikan apresiasi terhadap keberhasilan uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing di Kilang Pertamina RU II Dumai. Apalagi kita mendapat informasi untuksolar ini  kali pertama, serta menggunakan katalis Merah Putih produkputra-putri Indonesia. Hasil ini tentu sangat membanggakan kita,"
katanya, Selasa.

Zulkifli AS mengakui dengan keberhasilan ini diharapkan akan mampu menciptakan kemandirian energi.

"Kita mengetahui bahwa minyak bumi terbatas dan tidak bisa diperbarui. Dengan keberhasilan ini tentu kita berharap  ke depan terciptanya ketahanan dan kemandirian energi," ungkapnya.

Disisi lain, sambung dia,  keberhasilan ini memotivasi anak-anak  Dumai untuk berpacu menguasai Iptek melalui belajar dengan keras. " Ya, ke depan kita harapkan generasi muda kita mampu menguasai Iptek. Karena persaingan antar bangsa sangat ketat,"ingatnya.

Dapat disimpulkan dengan menyatunya emas hitam dan emas hijau (baca :kelapa sawit) di kilang  Pertamina RU II Dumai   ini merupakan bukti bahwa kemampuan teknologi yang dikuasai  anak negeri tidak kalah hebat dengan teknologi  luar negeri. Disamping menimbukan multiplier  efect terhadap ekonomi nasional mau pun daerah.

Harapan Terakhir

     Anjloknya  harga sawit membuat petani sawit adalah kelompok masyarakat yang paling terkena imbasnya. Tak jarang membuat mereka menjerit? Sebab, nyaris untuk kebutuhan hidup sehari-hari mereka gantungkan kepada 'emas hijau' ini. Memang, dalam beberapa waktu sawit kembali naik tajam.

        Yanto (47), misalnya, salah seorang petani sawit di Dumai Barat menyambut gembira   menyusul keberhasilan uji coba komesil  pengelolahan RBDPO di Kilang Pertamina RU II Dumai ini. Dia mengaku sangat berharap banyak dengan BBN tersebut.

       Asa yang tidak berlebihan tentunya. Petani yang mengaku memiliki 6 hektar lahan sawit di kawasan Kelurahan Sumgai Sembilan, Kota Dumai, Provinsi Riau ini - dari kebunnya itu baru 2 hektar yang menghasilkan, menyebutkan bahwa harga minimal Buah Tandan Segar (TBS) sawit ideanya diatas Rp1000 per kilogram.

       "Tetapi harga TBS sekarang kisaran Rp600 s/d  Rp8000 (sekarang kisaran Rp2700, red) belum . Ya, harga juga dipengaruhi letak posisi kebun. Ini berhubungan dengan infrastrutur jalan. Kalau kebuh agak kedalam atau jauh dari akses jalan. Bisa-bisa dibawah itu," terang Yanto kepada globalriau.com Sabtu (7/9).

       Yanto mengambil contoh, jika BTS perkilo sekitar Rp1000 maka dari 2 hektar lahan sawitnya itu bisa menghasilkan lebih dari Rp3 juta perbulan.

       "Informasi yang saya peroleh bahwa Upah Minimum Kota (UMK) Kota Dumai  sekutar Rp3 juta per bulan. Jadi dengan harga TBS Rp1000 saja maka hasil panen perbulan mendekati UMK. Ya, saya rasa kurang lebih cukup. Apalagi kalau TBS  diatas Rp1000 tentu lebih sejahtera lagi," katanya.

       Sebagai informasi, berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Riau, luas kebun kelapa sawit di Riau tahun 2018 tercatat seluas 2.424.545. Kota Dumai seluas 37.521 hektar.

       Parahnya jika harga sawit anjlok hingga dibawah Rp500 perkilogram  tak jarang membuat petani sawit enggan memanen buah asal Afrika ini.  Erwin, misalnya, petani asal Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, menuturkan saat harga sawit dibawah Rp500 dia mengaku  tidak bisa berbuat apa-apa.

       "Hasilnya, ya, hanya untuk bayar tukang dodos saja. Belum lagi untuk beli pupuk dan sebagainya., sangat tidak sebanding," ujarnya.

       Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kota Dumai, Abdul Kasim. saat dihubungi penulis, Sabtu (31/8), mengatakan untuk mewujudkan bahan bakar berbasis minyak sawit ini, negara harus tampil sebagai pengelola.

       "Kita sangat mendukung program pemerintah melalui pengembangan green diesel yang bahan olahan menggunakan campuran antara solar dengan kelapa sawit dengan harapan nilai jual dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan petani sawit. Apalagi jumlah petani sawit cukup banyak. Artinya ini menyangkut hajat hidup orang banyak" terangnya.

       Dukungan dan harapan serupa juga dikemukan Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Dumai, Zulfan Ismaini, saat dihubungi penulis, Sabtu (31/8).

         Menyinggung salah satu penyebab harga kelapa sawit menjadi rendah, Zulfan Ismaini, menjelaskan bahwa biaya yang besar yang harus dikeluarkan hingga mencapai ke PKS, seperti transportasi, Dodos dan juga rendahnya harga pembelian oleh pengepul, serta kwalitas sawit itu sendiri

         "Kelapa sawit dimiliki petani sendiri tidak semuanya mempunyai kwalitas yang rendah, selain itu kondisi jalan rusak mempengaruhi biaya transportasi. Kenadati begitu, kita berharap bio disel menjadi salah satu solusi harga sawit atau CPO terdongkrak," harapnya.

         Terlepas dari sejumlah faktor yang diduga menjadi penyebab anjloknya harga sawit, Yanto berpendapat green diesel menjadi harapan terakhir membaiknya harga TBS di tengah pengaruh ekonomi global terlebih ancaman embargo CPO oleh Uni Eropa (UE).

         |"Seperti kita baca dimedia massa bahwa Pak Presiden menekankan percepatan dari B20 ke B50 dan naik lagi tentu bisa dibayangkan berapa CPO yang akan di serap, tentu berimbas kepada petani sawit. Ya,  saya berharap banyak  agar harga sawit kembali tinggi dan relatif stabil. Bahkan saya menilai green diesel harapan terakhir membaiknya harga sawit atau CPO, " harap Yanto dilain waktu.

       Dapat disimpulkan, Co-prosessing penggunaan minyak nabati kelapa sawit ke dalam Solar, tidak saja menghemat anggaran negara karena bisa mengurangi biaya impor bahan bakar Solar, namun juga akan menjadi berkah bagi petani kelapa sawit lokal, mengingat Dumai sebagai daerah pengekspor CPO terbesar di Indonesia.

Buka Peluang Bisnis Baru

       Menyusul  sukses  uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati, Kamis (16/5) lalu, mendapat apresiasi dari pemerhati pembangunan Kota Dumai Arief Azmi SE. Cendiakiawan muda ini berharap uji coba ini  membuat  nilai jual kelapa sawit ditingkat petani meningkat.

       Arief Azmi mengingatkan kerap anjloknya harga sawit ditingkat petani salah satunya berdampak turunnya daya beli masyarakat alih-alih berpengaruh terhadap sektor riil dan turunannya.

       Keberhasilan uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing di Kilang Pertamina RU II Dumai yang dilakukan beberapa waktu lalu, lanjut Arief, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani.

       “Kita mengetahui disejumlah media massa bahwa diduga salah satu penyebabnya yakni adanya boikot CPO kita oleh Uni Eropa (UE). Dengan keberhasilan uji coba ini, apalagi kalau nanti diproduksi besar-besaran notabene ketergantungan kita terhadap pasar internasional berkurang. Karena mampu diserap  pasar domestik. Sekali lagi ini merupakan prestasi luar biasa Pertamina bersama instansi terkaitnya menyikapi kondisi tanah air kekinian terlebih persoalan energi dan CPO,” ungkapnya.

       Diserapnya CPO oleh Pertamina sebagai salah satu komponen utama RBDPO, masih kata dia, sedikit banyak mempengaruhi harga tandan segar ditingkat petani. “Dengan harga tandan sawit relatif membaik dan stabil tentu pengaruhnya sangat signifikan bagi daya beli dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang pada gilirannya ikut menyumbang ekonomi nasional ke arah yang lebih baik,” ingatnya.

       Lain Arief Azmi, lain pula penilaian Manajer Operasional Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Pembangunan Dumai, Anora Arsan SE ,  dimata eksekutif muda ini ada peluang bisnis baru bagi daerah menyusul keberhasilan uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati, Kamis (16/5) lalu,

         “Kita menyambut positif keberhasilan ini. Sebagai pelaku bisnis tentu kita harap ada nilai tambah bagi perekonomian daerah. Ya, saya menilai ada peluang bisnis baru yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan masyarakat,” harap Anora kepada penulis, Selasa.

       Lebih jauh, sambung dia, peluang bisnis baru itu bisa terjadi disektor jasa, transportasi dan sebagainya. Bahkan, kata Anora, PT Pembangunan Dumai siap bekerjasama dan menangkap peluang bisnis baru itu.                        

“Kita siap bekerjasama. Apalagi, antara BUMN dan BUMD hampir memiki kesamaan. Intinya, kerjasama saling menguntungkan. Yang satu untuk  negara (BUMN, pen) , satu lagi buat daerah (BUMD, pen),” pungkasnya.

       Penelusuran globalriau.comdi Pasar Pagi Bundaran, Jumat (6/9), ternyata turunnya harga sawit mempengaruhi jual beli para pedagang terlebih untuk sayur mayur dan lauk pauk.

       Silaban, misalnya, salah seorang pedagang di pasar tradisional yang berlokasi di Kelurahan Tanjun Palas, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai, Riau, ini mengakui bahwa semenjak turunnya harga sawit sangat berpengaruh terhadap pendapatannya.

       "Ya, harga sawit turun sangat berpengaruh terhadap jual beli kita, kalau harga masih standar para petani  banyak ke pasar dan jadi ramai," terangnya.

       Tak berlebihan, jika banyak yang menggantungkan harapan menyusul keberhasil uji coba BBN ini. Mereka sepakat naiknya harga sawit ditingkat petani berdampak positif bagi ekonomi daerah yang ujungnya  berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional mau pun nasional. ***

Lebih Sempurna

        Keberhasdilan  uji coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing di Kilang Pertamina RU II Dumai yang dilakukan beberapa waktu lalu juga direspon positif  penggiat lingkungan Kota Dumai Bastoni yang juga Ketua Yayasan Pelestarian Harimau Sumatera (YPHS).

       Aktivis ini lebih menitik beratkan kepada hasil  emisi   atau gas buangan. “Pertamina sebagai perusahaan energi nasional kelas dunia tentu kita tidak meragukan lagi  dengan komitmen dan care dengan masaah ini,”katanya

       Bastoni mengaku mendapat informasi bahwa coba pengelolahan  RBDPO menjadi green diesel nabati dengan teknologi co processing memiliki cetane atau tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.  "Tentu kita berharap seperti itu."

       “Dunia internasional isu ramah lingkungan dan turunannya  sangat sensitif notabene mempengaruhi perfoman produk di pasaran dunia.  Dengan tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit  seperti informasi yang saya peroleh kita berharap produk ini diterima di pasar dunia,” katanya menjawab pertanyaan penulis,  Kamis (26/6)

       Data yang dirangkum dari berbagas sumber, menyebutkan bahwa pengelolahan green diesel dengan teknologi co processing  terbilang ramah lingkunga.

       Pendapat ini diaminkan Kepala UPT Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Dumai, Efendi menjelaskan bahwa BBM dapat dikategorikan ramah lingkungan bila memiliki cetane number atau nilai cetane yang lebih tinggi.

       Menurut dia nilai cetane sangat menentukan efisiensi pembakaran. Semakin tinggi nilai cetane maka akan semakin sempurna karena lebih mudah terbakar sehingga carbon yang tersisa semakin kecil dan aman bagi lingkungan.

       “BBM ramah lingkungan bisa diketahui dari cetane numbernya. Semakin tinggi maka semakin baik karena akan menghasilkan pembakaran yang sempurna, itu yang kita kita harapkan untuk mengurangi pencemaran lingkungan,” ujar Efendi seraya menambahkan bahwa tingginya nilai cerane juga berbanding lurus dengan power yang dihasilkan oleh kendaraan yang juga semakin maksimal.

       Lanjut Efendi, Pertamina telah memproduksi biosolar B20 yang artinya memiliki kandungan 20 persen minyak nabati di dalamnya. Diharap kedepannya produksi Pertamina bisa mencapai B100. Lantaran green diesel atau biosolar merupakan minyak nabati, maka otomatis kandungan Sulfur lebih rendah dari minyak bumi fosil.

       “Semakin banyak persentase minyak nabatinya akan semakin bagus akan mengurangi efek polusi karena unsur sulfurnya tidak ada lagi,” imbuhnya.

              Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Satria Wibowo melalui Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Afdal Syamsir ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/6).

       Menurut Afdal, dewasa ini negara besar di belahan dunia mulai mengurangi penggunaan bahan bakar dari fosil dan beralih ke bahan bakar nabati karena dinilai memiliki efek polutif yang lebih rendah dibandingkan BBM konvensional yang berasal dari minyak bumi.

       Penemuan mutakhir berteknologi tinggi dari Pertamina ini kata Afdal, merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Pertamina untuk melakukan gerak progresif agar terus menyediakan bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan.

         Pemangku kepentingan fiharapkan juga mulai fokus pada peningkatan mutu produk sembari tetap berkreativitas melakukan uji coba dan pengembangan pada produk-produk green energy lainnya. Asa yang patut didukung penuh anak bangsa demi ketahanan  energi.

Oleh: Megi Alfajrin

Share
Berita Terkait
  • 4 tahun lalu

    Berkesan, Puncak LKTJ dan Video SKK Migas Dilakukan Secara Virtual

    Pjs Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Haryanto Syafri mengapresiasi para pemenang lomba dan seluruh wartawan Riau yang telah ikut berkontribusi dalam kompetisi ini. Dirinya berh
  • 4 tahun lalu

    Manfaatkan Lahan dan CSR Pertamina, Nasib Cs Mampu Hasilkan Puluhan Juta

    Namun hingga akhirnya tahun 2014, PT Pertamina RU II Dumai resmi menyalurkan corporate social responsibility (CSR) hingga produksi tani Nasib Cs bisa semakin meningkat.
  • 8 tahun lalu

    SKK Migas-Chevron Bantu Korban Banjir Kampar

    Sebagai bentuk kepedulian terhadap korban bencana banjir yang melanda Kabupaten Kampar, SKKMigas-PT Chevron Pacific Indonesia menyerahkan bantuan 500 paket sembako kepada posko ind
  • Komentar
    Copyright © 2024 . All Rights Reserved.