Sabtu, 11 Januari 2020 21:08:00
DINASTI POLITIK GUBERNUR RIAU MEMANGKAS DEMOKRASI
Net.
Oleh: Afrizal
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Abdurrab, Pekanbaru.
Memasuki awal tahun baru 2020, lagi masyarakat Riau dikejutkan oleh tanda-tanda poiltik dinasti yang dibangun oleh Gubernur Riau yang sebelumnya oleh mantan Gubernur Riau, Anas Makmun, juga terjadi hal yang sama dengan banyaknya memasukkan anak dan menantu di pemerintahan hingga terindikasi terjadinya nepotisme, beberapa pejabat yang dilantik dari kelurga besar Gubernur Riau yaitu menantu Gubernur Riau, Tika Rahmi Syafitri yang dilantik sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Retribusi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau. Selanjutnya istri Yan Prana Jaya yakni Fariza juga dilantik sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau.
Pelantikan yang dilakukan pada 07 Januari 2020 itu dianggap sebagai tindakan yang memangkas demokrasi, pasalnya karena banyak dari mereka yang telah lama mengabdi namun harus menerima putusan dari gubernur Riau yang melantik keluarganya. Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.
Kekhawatiran masyarakat Riau terhadap pelantikan tersebut sangat masuk akal karena jika makin maraknya praktek ini di berbagai pilkada dan pemilu legislatif, maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau macet. Jika kuasa para dinasti di sejumlah daerah bertambah besar, maka akan kian marak korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN.
Jika hal begitu terus berlanjut sampai pada perangkat bawah dan pada masa pemerintahan berikutnya, ia sama saja memangkas demokrasi yang berisikan hak-hak tiap warga negarayang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat untuk diterapkan karena negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan, tentunya hal itu mengingatkan kita pada dinasti politik oleh keluarga cendana yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto juga Dinasti Atut di Banten dan masih banyak lagi yang berpotensi kuat menyuburkan budaya koruptif.
Akhirnya, kita masyarakat Riau akan mendapatkan info terhadap kinerja para dinasti tersebut. Pastinya harapan dari kita semua, Riau menjadi Provinsi yang lebih maju dan bisa bersaing terlebih pada era revolusi industri 4.0.***