Senin, 14 Maret 2016 21:50:00
KURSI SEKDA RAWAN POLITISASI
Dimuat Harian Umum Pesisir Pos, 14/02/2016
PEMILIHAN sekretaris daerah (sekda) sangat rawan politisasi. Pasalnya, selain jabatan tinggi di daerah, posisi sekda cukup strategis.
Sekda paling strategis. Bahkan dalam hal pengaruh di tataran birokrasi, kepala daerah nomor dua. Nomor satunya sekda
Posisi strategis itulah yang menyebabkan pemilihan sekda rawan dipolitisasi. Karena itu, terbuka peluang pemilihan sekda bukan karena kompetensi, tapi lebih didasarkan hitung-hitungan politik.
Kepastian adanya permainan. Misalnya, kepala daerah berusaha menempatkan sekda yang tidak hanya kompeten, tapi loyal, patuh, dan taat. Bahkan terkadang asal pilih. Biasanya begitu. Adanya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Pemerintah Daerah (Pemda) mengokohkan posisi sekda di daerah.
Sekda dapat dikatakan penguasa birokrasi karena mengurus rekrutmen, promosi, demosi, hingga pensiun aparat di daerah.
Tidak hanya soal birokrasi, pengambilan keputusan penting juga melibatkan sekda. Di daerah memang yang memegang jabatan politik adalah kepala daerah, tapi sesungguhnya otak dari keseluruhan adalah sekda.
lapangan tidak datar bagi pemain yang jujur dan berkompeten, justru mulus bagi mereka yang penuh akan kepentingan. Sehingga, kursi panas seorang sekda dapat diraih oleh aantara lain, adanya permainan politik pusat di daerah dan buruknya basis data yang dimiliki pemerintah pusat.
Padahal, dengan mekanisme pemilihan yang sekarang ini seharusnya dapat meminimalisasi politisasi dan kepala daerah tidak memilih sekda sesukanya. Sebab, pemerintah pusatlah yang memilih nama sekda dari calon yang diusulkan kepala daerah.
Oleh karena itu, dalam hal pengangkatan sekda, perlu adanya pembenahan basis data kepegawaian, terutama jabatan strategis seperti kepala dinas, kepala kantor, atau kepala badan.
Sehingga pemerintah pusat tidak hanya menerima yang disodorkan, tapi juga mencari tahu informasi tambahan tentang kandidat sekda yang diusungkan. Sekda adalah bosnya birokrasi. Sebab, pengusulan pejabat daerah haruslah melalui sekda. dalam hal pengangkatan pejabat terdapat aspek norma dan aspek hukum.
Misalnya, pejabat harus berintegritas, memiliki kode etik, dan berkompeten. Namun, ini tidak diterjemahkan secara jelas, terutama maksud dari berintegritas.
Orang Indonesia kalau tidak benar-benar ada kalimat di dalam undang-undang pasti akan berkelit, hingga perlu rasanya aturan teknis UU ASN nantinya dapat menerjemahkan aspek norma tersebut.
Dengan begitu, tidak ada lagi ruang untuk berkelit. Sejak dilantik KASN sudah mulai mengawasi mekanisme pengangkatan pejabat tinggi. Bahkan, KASN sebagaimana yang diatur undang-undang, dapat memanggil dan meminta klarifikasi atas pengangkatan pejabat tinggi.***