Jumat, 18 September 2015 06:13:00
DPR RI Setuju Hakim Sidang Karhutla Harus Dikawal
JAKARTA- Anggota komisi hukum DPR dari pemilihan Riau Marsiaman Saragih mendukung langkah Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya yang meminta Komisi Yudisial mengawasi serius hakim yang menyidangkan perusahaan pembakar hutan dan lahan. Marsiaman memita selain hakim yang terlibat dalam persidangan, penyidik dari kepollisian dan kejaksaan harus diawasi dalam menjalankan tupoksinya.
“Bukan cuma hakim, tapi juga penyidik dari kepolisian dan kejaksaan mesti diawasi. Jangan kasus asap ini diusut-usut, hilang di jalan terus 86. Tapi tahun depan karhutla terjadi lagi. Hakim harus menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pemilik perusahaan bukan cuma operator yang di lapangan. Bila perlu dimiskinkan jika terbukti, “ kata Marsiaman di gedung DPR Jakarta, Kamis (17/9).
Marsiaman mengatakanagar hakim memberikan hukuman yang seberat-beratnya, maka harus didukung dakwaan jaksa dan bukti-bukti yang dihadirkan penyidik kepolisian. Dari kedua unsur tersebut, akan membantu hakim dalam memberikan hukuman yang maksimal bagi perusahaan atau perorangan yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan.
“Percuma saja hakim bersidang, kalau dakwaan dan buktinya lemah. Karena itu polisi dan jaksa harus memberikan bukti kuat untuk di bawa dalam persidangan. Saya pikir bukti karhutla di Riau ini terang-benderang. Tidak sulit kok, karena kejadian kasat mata, “ katanya.
Marsiaman berharap jika perusahaan yang terlibat dalam karhutla, maka di meja hijau perusahaan itu harus ditindak tegas dengan mencabut izin perusahaannya dan masuk dalam daftar hitam. Pemilik perusahaan harus diberikan hukuman seberat-beratnya untuk memberikan efek jera. Tapi jika perorangan yang terlibat dan memiliki lahan yang luas, maka Pemda diminta untuk tidak diberikan atau diterbikan sertifikatnya.
“Harus tegas hukumannya agar ada efek jera. Selain denda 100 juta, hukuman badan, disita asetnya, dicabut izinnya. Kalau bebas, tanpa hukuman badan, tahun depan bisa diulang lagi, “ katanya.
Politisi dari PDI Perjuangan itu mengakui bahwa 90 persen lebih karhutla yang terjadi di Riau merupakan unsur kesengajaan. Dia menepis anggapan karhutla terjadi atas ketidaktahuan atau masyarakat masih bersifat tradisional. Siapapun yang terlibat dalam karhutla, bisa dikatakan orang itu telah masuk kategori penghambat pertumbuhan ekonomi karena menyebab roda perekonomian lumpuh. “Ironis saja jika mendengar ada ketidaksengajaan membakar lahan dan hutan. Suku asli di hutan saja, tidak mau membakar hutan, padahal orang di pedalaman hutan itu terbelakang dan primitive, “ katanya.
Marsiaman menegaskan maraknya aksi karhutla di Riau, karena tingkat kesejahteraan rakyat yang kurang merata hingga ke tingkat pedalaman. Masyarakat di pedalaman tak mungkin melakukan pekerjaan “kotor” dengan mengorban banyak rakyat Riau.
“Saya yakin Pemda Riau dengan APBN dan APBD setiap tahun yang cukup besar mampu memberikan dan membebaskan rakyat di pedalaman dari tingkat kemiskinan. Sudah bukan rahasia umum lagi, untuk membuka lahan, jauh lebih murah dengan membakar lahan dibandingkan membebaskan lahan, “ ujarnya.
Marsiaman mengaku heran setiap permasalahan bencana alam, transportasi, dwelling time, selalu ujung-ujungnya Presiden Joko Widodo yang diminta bertanggungjawab. Padahal Presiden memiliki pembantu di setiap provinsi yakni Gubernur, Bupati dan Walikota. Masyarakat dibiarkan menerima setiap bencana, seolah-olah semua diserahkan ke pusat. “Akhirnya semua minta tolong ke Jokowi. Ada apa ? Seolah-olah ada konspirasi memojokkan Jokowi. Kalau Jokowi tak sanggup diminta turun. Dulu tak ada hal seperti ini…, “ katanya.
Marsiaman menduga maraknya upaya memojokkan Presiden Jokowi itu disebabkan dua kemungkinan. Pertama Masyarakat tak lagi percaya dengan pejabat di daerah-daerah, tapi lebih mempercayai Jokowi. Kedua, langkah mendiskreditkan itu sengaja diciptakan untuk membentuk opini bahwa Jokowi tak mampu memimpin negeri ini. “Kalau tak mampu, pejabat diganti…..Tapi percayalah dengan Presiden. Sebab tak mungkin Presiden mengurusi semua masalah, “ katanya.
Sehari sebelumnya dalam rangka pengendalian, perlindungan, pengamanan hutan dan pencegahan karhutla, komisi IV DPR telah menyetujui usulan pengadaan pesawat udara atau helicopter oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebesar Rp650 Miliar.
“Komisi IV menyetujui usulan penyesuaian anggaran dari pagu awal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016 untuk pengadaan pesawat udara atau helikopter,” ujar Ketua Komisi IV Edy Prabowo saat memimpin Rapat kerja membahas Rencana Kerja dan Anggaran dengan Menteri LHK Siti Nurbaya, Rabu (16/9), di Gedung DPR, Jakarta.(bam)